Pages

Selasa, 25 Oktober 2011

Kerajaan Tayan

Kerajaan Tayan

SEJARAH KERAJAAN TAYAN 

Pendiri kerajaan Tayan adalah putra Brawijaya dari kerajaan Majapahit yang bernama Gusti Likar/Lekar. Bersama dengan saudara-saudaranya, Gusti Likar meninggalkan kerajaan Tanjungpura yang sering terlibat peperangan.

Pemerintahan kerajaan Tayan kemudian dipegang oleh Gusti Ramal bergelar Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma, putra Pangeran Mancar pendiri kerajaan Meliau yang adalah kemenakan Gusti Likar. Mula-mula ibukota kerajaan berlokasi di Teluk Kemilun.
Setelah Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma wafat, putranya yang tertua, Suma Yuda, naik tahta dengan gelar Panembahan Tua. Panembahan berikutnya adalah putra Panembahan Tua, bernama Gusti Mekah dengan gelar Panembahan Nata Kesuma yang disebut juga Panembahan Muda. Pada waktu pemerintahan Nata Kesuma itulah kerajaan Tayan mula-mula menandatangani kontrak (korte verklaring) dengan pemerintahan Hindia Belanda pada 12 November 1822.
Pangeran Nata Kesuma mangkat pada 1825 dengan tidak meninggalkan keturunan. Tahta kerajaan kemudian diduduki oleh saudaranya yang bernama Gusti Repa dengan gelar Pangeran Ratu Kesuma. Beliau hanya memerintah selama 3 tahun hingga 1828 karena wafat. Penggantinya adalah saudara Panembahan Tua, Utin Belondo dengan gelar Ratu Utin Belondo yang juga digelar Ratu Tua. Pemerintahan dilaksanakan oleh suaminya, Gusti Hassan Pangeran Ratu Kesuma dengan gelar Panembahan Mangku Negara Surya Kesuma.
Tahun 1855 Panembahan Mangku Negara Surya Kesuma digantikan oleh putranya yang bernama Gusti Inding dengan gelar sama dengan ayahnya. Tahun 1858, Belanda mengganti gelar Mangku dengan Anum Paku, sehingga Gusti Inding kemudian bergelar Panembahan Anum Paku Negara Surya Kesuma.
Karena Panembahan Anum Paku Negara Surya Kesuma tidak mampu memimpin pemerintahan dan tidak berputra, pemerintahan kemudian diserahkan kepada saudaranya, Gusti Kerma Pangeran Ratu Paku Negara dengan gelar Panembahan Adiningrat Kesuma Negara. Panembahan Anum Paku Negara Surya Kesuma mangkat pada 23 November 1873 di Batang Tarang.
Panembahan Adiningrat Kesuma Negara memerintah sampai tahun 1880 dan digantikan oleh putra tertuanya, Gusti Mohamad Ali alias Gusti Inding dengan gelar Panembahan Paku Negara Surya Kesuma. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan dari Rayang ke Tayan. Pada 26 Februari 1890, kerajaan Meliau digabungkan ke dalam kerajaan Tayan.
Paku Negara Surya Kesuma, mangkat pada tahun 1905 dan dimakamkan di Tayan. Beliau diganti oleh Gusti Tamzid Pangeran Ratu bergelar Panembahan Anum Paku Negara. Pada masa pemerintahan Panembahan Anum Paku Negara, Meliau kembali diserahkan kembali atas permintaan Belanda sendiri menjadi Gouvernement Gebied.
Mangkatnya Panembahan Anum Paku Negara, putra mahkota yang tertua, Gusti Jafar dinobatkan naik tahta kerajaan dengan gelar Panembahan Anum Adi Negara. Pada tahun 1944, Gusti Jafar dan Gusti Makhmud sebagai ahli waris kerajaan jatuh menjadi korban Jepang.
Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II, Gusti Ismail dinobatkan menjadi Panembahan kerajaan Tayan dengan gelar Panembahan Paku Negara. Tahun 1960, beliau masih memerintah dan pemerintahan swaparja berakhir. Gusti Ismail kemudian menjabat Wedana di Tayan. Ibukota kewedanaan kemudian dipindahkan ke Sanggau, sedangkan bekas kerajaan Tayan menjadi ibu kota kecamatan Tayan Hilir. 

* Enam Abad Perjalan Sejarah Kerajaan Tayan
Bermula dari Pengamanan Jalur Upeti pada Kerajaan Matan
PILAR Kerajaan Tayan dimulai awal abad 15 atau sekitar tahun 1450. Gusti Lekar, anak kedua Panembahan Dikiri, Raja Matan yang mendirikan Kerajaan Tayan. Awalnya kedatangan Gusti Lekar ke wilayah Tayan untuk mengamankan jalur upeti rakyat pada Kerajaan Matan.
Jalur pengiriman upeti sebelumnya selalu mendapat gangguan dan perampasan. Itu dilakukan oleh seseorang yang menyatakan diri sebagai raja di Kuala Labai. Keberhasilan Gusti Lekar mengamankan upeti untuk kerajaan ayahnya dibantu seorang suku Dayak bermana Kia Jaga dari Tebang.
Tak berselang lama setelah berhasil mengusir penggangu jalur upeti dan mendirikan Kerajaan Tayan, Gusti Lekar menikahi Enci’ Periuk, anak tunggal Kia Jaga. Mereka dikarunia empat anak, masing-masing diberi nama, Gusti Gagok, Gusti Manggar, Gusti Togok, dan Gusti Perua.
Gusti Lekar mendirikan kerajaan baru, sementara anak pertama Penembahan Dikiri, Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuddin, meneruskan kedudukannya menjadi Raja Matan. Sultan Muhammad Syarifuddin menjadi raja pertama yang memeluk agama Islam. Tuan Syech Syamsuddin lah yang memperkenalkan agama Islam padanya. Selain memeluk agama Islam, ia juga mendapat hadiah Al-quran kecil dan cincin bermata jamrud merah dari Makkah.
Sejarah Kerajaan Tayan diteruskan anak, cucu, dan cicit Gusti Lekar, setelah ia wafat dan dimakamkan di bukit dekat Kota Meliau masih dalam wilayah Kerajaan Tayan.
Terdapat tiga versi asal usul nama Tayan di masyarakat. Ada yang menyatakan nama Tayan diambil dari kondisi tanah Ujung Tanjung, tempat berdiri Kota Tayan, sehingga Tayan diartikan tanah tajam. Tapi ada yang mengartikan Tayan sebagai kota besar (tai: besar dan an: kota). Tempayan yang ditenggelamkan di muara Sungai Tayan sebagai tanda mulai berdirinya Kota Tayan juga dijadikan sumber nama Tayan.
Sejak mangkatnya Gusti Lekar, ibukota Kerajaan Tayan dipindahkan ke Rayang. Sampai sekarang di sana masih terdapat peninggalan makam raja-raja dan meriam. Konon meriam itu tidak dapat dipindahkan ke tempat lain dan ada saat-saat tertentu posisinya berubah sendiri.
Ibukota kerajaan pindah kembali ketempat semula di muara Sungai Kemilun 700 meter dari muara Sungai Tayan. Pemindahan dilakukan cicit Gusti Lekar, Gusti Kamarudin, setelah sakit kulitnya yang dideritanya sembuh oleh ikan patin yang memakan kulit kaki raja ketika merendam kaki di sungai. Wabah penyakit kulit itu melanda seluruh kerajaan.
Semasa kekuasaannya, Kerajaan Tayan berperang dengan Kerajaan Pontianak dan Sanggau. Pihak Gusti Kamarudin diserang pula oleh sentiam orang-orang China yang membuat terowongan satu kilometer menuju istana dari balik buki Hujan Emas.
Kerajaan Tayan juga pernah mengikat kontrak dengan Belanda pada 12 November 1822, pada kekuasaan Gusti Mekah, anak Gusti Kamaruddin. Setelah wafat, ia digantikan adiknya Gusti Repa. Tapi setelah Gusti Repa wafat, kekuasaan beralih ke adik Gusti Kamaruddin, Utin Blondo.
Semasa ia memerintah, Belanda ingin mengubah perjanjian dengan syarat yang memberatkan rakyat. Utin Blondo jelas menolak keras dan marah. Sepertinya hubungan itu baru membaik, pada kekuasaan cicitnya Gusti Muhammad Ali. Waktu itu, 26 Februari 1890, Belanda mengembalikan kekuasaan Kerajaan Meliau padanya. Itu dilakukan setelah Raja Meliau Raden Abdul Salam melepaskan kekuasaannya pada Belanda. Gusti Muhammad Ali juga memindahkan Keraton Tayan ke Kampung Pedalaman, lokasi keraton sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

"CINTAILAH SEJARAH KARENA KEHIDUPAN YANG ANDA ALAMI SAAT INI BERAWAL DARI SEJARAH"