Kesultanan Kuntu Kampar terletak di Minangkabau Timur, daerah hulu dari aliran Kampar Kiri dan Kanan. Kesultanan Kuntu atau juga disebut dengan Kuntu Darussalam
di masa lalu adalah daerah yang kaya penghasil lada dan menjadi rebutan
Kerajaan lain, hingga akhirnya Kesultanan Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit. Kini wilayah Kesultanan Kuntu hanya menjadi sebuah cerita tanpa meninggalkan sedikitpun sisa masa kejayaan, Kesultanan Kuntu kini berada di wilayah Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain) Kabupaten kampar.
Kuntu di masa dahulu
adalah sebuah daerah yang sangat strategis baik dalam perjalanan sungai
maupun darat. Di bagian barat daya Kuntu, di seberangnya ada hutan besar
yang disebut Kebun Raja. Di dalam hutan yang bertanah tinggi itu,
selain batang getah, juga ada ratusan kuburan tua. Satu petunjuk bahwa
Kuntu dulu merupakan daerah yang cukup ramai adalah ditemukannya empat
buah pandam perkuburan yang tua sekali sehingga hampir seluruh batu
nisan yang umumnya terbuat dari kayu sungkai sudah membatu (litifikasi).
Salah satu di antara makam-makam tua itu makam Syekh Burhanuddin,
penyiar agama Islam dan guru besar Tarekat Naqsabandiyah yang terdapat
di Kuntu. Makam itu berada dekat Batang Sebayang. Syekh Burhanuddin diperkirakan lahir 530 H atau 1111 M di Makkah Almukarramah dan meninggal pada 610 H atau 1191 M.
Menurut buku Sejarah Riau yang disusun oleh tim penulis dari Universitas Riau terbitan tahun 1998/1999, Kuntu adalah daerah yang pertama-tama di Riau yang berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari Cina, India, dan negeri Arab Persia.
Kuntu juga daerah pertama yang memainkan peranan dalam sejarah Riau,
karena daerah lembah Sungai Kampar Kiri adalah daerah penghasil lada
terpenting di seluruh dunia dalam periode antara 500-1400 masehi. Zaman
dahulu, Kuntu dikenal sebagai daerah yang subur dan berperan sebagai
gudang penyedia bahan baku lada, rempah-rempah dan hasil hutan.
Pelabuhan ekspornya adalah Samudra Pasai, dengan pasar besarnya di Gujarat. Kuntu juga adalah wilayah yang strategis sebab terletak terbuka ke Selat Melaka, tanpa dirintangi pegunungan.
Kuntu juga adalah tanah tua yang mula-mula dimasuki Islam
yang dibawa oleh para pedagang dan di masa itu baru dianut di kalangan
terbatas (pedagang) karena masih kuatnya pengaruh agama Budha yang
menjadi agama resmi Sriwijaya di masa itu. Ketika Cina
merebut pasaran dagang yang menyebabkan para pedagang Islam Arab-Persia
terdesak, maka penyebaran Islam sempat terhenti. Para pedagang Arab-Persia-Maroko mulai kembali berdagang di Kuntu dalam abad ke XII Masehi di masa kekuasaan Kesultanan Mesir era Fatimiyah, dinasti yang mendirikan Universitas Al Azhar di Kairo. Kuntu juga memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Islam Dayah di Aceh
di bawah Sultan Johan Syah dalam hal perniagaan. Setelah kerajaan Pasai
berdiri, mereka bahkan berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Kuntu.
0 komentar:
Posting Komentar