Awal mula perkembangan kerajaan Lamuri dan letak Geografisnya.
Kerajaan Lamuri ini adalah kerajaan yang lebih dahulu muncul sebelum berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam dan merupakan cikal bakal kesultanan Aceh Darussalam.
Di Lamreh terdapat makam Sultan Sulaiman (wafat 1211), penguasa pertama di Indonesia yang diketahui menyandang gelar "sultan".
Baik naskah dan cerita setempat maupun sumber asing menyebut nama kerajaan yang mendahului Aceh : "Lamuri", "Ramni", "Lambri", "Lan-li", "Lan-wu-li". Penulis Tionghoa Zhao Rugua (1225) misalnya mengatakan bahwa "Lan-wu-li" setiap tahun mengirim upeti ke "San-fo-chi" (Sriwijaya). Nagarakertagama (1365) menyebut "Lamuri" di antara daerah yang oleh Majapahit diaku sebagai bawahannya.
Dalam Suma Oriental-nya, penulis Portugis Tomé Pires mencatat bahwa Lamuri tunduk kepada raja Aceh.
Kerajaan Lamuri juga dikenal dengan banyak nama, antara lain adalah sebagai berikut:
- Indra Purba
- Poli
- Lamuri ( seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)
- Ramini/Ramni atau Rami ( seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan,Sulayman ataupun Ibnu Batuthah )
- Lan-li, Lan-wuli dan Nanpoli ( seperti yang disebut oleh orang Tionghoa.
Berita tentang kerajaan Lamuri diperoleh
dari suatu prasasti, yang di tulis pada masa raja Rajendra Cola I pada
tahun 1030 di Tanjore ( India Selatan ) serangan Rajendra Cola I,
mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera dan semenanjung Melayu
menjadi lemah (1023/1024) dan disebutkan bahwa Rajendra Cola I
mengalahkan Ilmauridacam ( Lamuri ) yang telah memberikan perlawanan
yang hebat dan dapat dikalahkan dalam suatu pertempuran habis-habisan.
Penyerangan terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan karena
kerajaan Lamuri merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya
juga mendapatkan serangan dari kerajaan Cola pada tahun 1017M dan
tahun 1023/1024M. maka dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini diperkirakan
sudah mulai berdiri pada abad ke IX dan sudah mempunyai angkatan perang
yang kuat dan hebat, dibuktikan ketika dengan susah payah diserang oleh
kerajaan Cola barulah dapat dikalah kan oleh prajurit kerajaan Cola.
Ini membuktikan bahwa kerajaan Lamuri adalah suatu kerajaan yang
mempunyai pemerintahan yang teratur dan kuat pada zamannya. Tentu saja
untuk mengatur pemerintahan yang teratur dan kuat angkatan perangnya
Lamuri memerlukan sumber-sumber kekayaan yang dihasilkan dari kegiatan
perekonomian,pertanian dan lain-lain.
Tentang nama Lamuri diperoleh banyak
versi, ada Lamuri seperti yang disebutkan oleh Marcopolo, ada Ramini
atau Ramni sebagaimana yang disebutkan oleh orang-orang Arab, sejarah
Melayu pun menyebut Lamuri dan orang-orang Tionghoa menyebut
Lan-li,Lan-wuli dan Nanpoli. Seorang saudagar Arab yang bernama Ibnu
Khurdadbah (885) menyebutkan bahwa Ramni mempunyai hasil alam berupa
kemenyan,bambu,kelapa,gula,beras,kayu cendana. Sedangkan saudagar
Sulaiman (851) ketika setelah melewati lautan India bahwa daerah yang
dikunjungi nya adalah Ramni. Abu Zayd Hasan (916) menyebut Rami,juga
menceritakan tentang hasil alam dari Rami/Lamuri yaitu kapur barus dan
kemenyan, demikian juga dengan Mas’udi (945) dia menyebut Al-Ramin,
dimana didapati tambang emas dan letaknya dekat dengan daerah
Fansur/Barus yang termasyur dengan kapurnya. Seorang muslim Parsi yang
bernama Buzurg ( 955). Tatkala menunjuk Sriwijaya menyebutkan letaknya
di Selatan Lamuri. Dan menurut Buzurg, dari pantai Barus dapat dilakukan
perjalanan darat ke Lamuri.
Dr. Solomon Muller menulis berita
tertentu tentang suatu kerajaan di ujung pulau Sumatera, bersumber dari
abad ke-9. dia mengutip Renaudot dalam “ Anciannes relations des Indes
et de la Chine” Paris 1718. Dalam buku ini diperkenalkan nama dua pulau
yaitu Ramni dan Fantsoer, dan diceritakan letaknya antara laut Harkand
(India) dengan laut Sjalahath ( selat Malaka) di daerah Ramni juga
terdapat binatang gajah, dan di perintah oleh berbagai kekuasaan.
Sedangkan Fansur disebut kaya dengan kapurnya dan tambang emas. Telah
diceritakan tentang Lamuri atau Lamri atau nama lain yang mirip,terletak
di ujung Sumatera utara yaitu di Aceh Besar sekarang. Dan telah
diceritakan bahwa Lamuri pun ikut terpukul oleh serangan dari Rajendra
Cola I, walaupun tidak sampai runtuh pada tahun 1023 dan 1024. Dan
kira-kira 75 tahun kemudian kerajaan Majapahit melakukan serangan ke
Sumatera, diantara yang diserang termasuk kerajaan Samudera Pasai dan
Lamuri. Sesudah serangan Majapahit, Lamuri juga pernah didatangi oleh
Laksamana Cheng Ho (1414 )
Dari akibat peristiwa yang berlangsung
dalam lebih kurang tiga abad ( serangan Cola,serangan Majapahit dan
akhirnya Cheng Ho ) tentunya Lamuri pada akhirnya menjadi lemah.
Timbullah di bekasnya beberapa kampong yang akhirnya bersatu atau
disatukan kembali dibawah kekuasaan seorang raja, dan kemudian
terdengarlah berbagai nama disamping akan lenyapnya Lamuri, diantaranya
Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam dan juga disebut nama Darud
Dunia.
Dan disekitar masa itu juga terdengar
adanya kerajaan Pedir ( di Pidie ). Menurut Veltman sumber Portugis
mengatakan bahwa sultan Ma’ruf Syah Raja Pedir Syir Duli. Itu pernah
menaklukkan Aceh Besar pada tahun 1497, dan diangkatnya dua orang wakil
satu di Aceh Besar dan satu lagi di Daya.
Seorang Sejarahwan yang bernama
Husein Djajadiningrat mengeluarkan pendapat yang berasal dari dua naskah
hikayat tentang asal mula raja Lamuri dan raja kerajaan Aceh
Darussalam. Pertama (122) Hikayat yang dimulai asal raja Aceh ( Lamuri )
yang bernama Indra Syah ( mungkin yang dimaksud adalah Maharaja Indra
Sakti ). Dan dikatakan bahwa raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina.
Kemudian hikayatnya berhenti sampai disitu, dan tiba-tiba hikayat itu
menceritakan Syah Muhammad dan Syah Mahmud, dua bersaudara putera dari
raja, Syah Sulaiman kemudian mempunyai dua orang anak yaitu raja Ibrahim
dan puteri Safiah. Sedangkan Syah Mahmud setelah menikah dengan
bidadari Madinai Cendara juga mempunyai dua orang anak yaitu, raja
Sulaiman dan puteri Arkiah, dan kemudian dikisahkan juga kalau Sulaiman
di nikah kan dengan sepupunya Safiah dan Ibrahim dinikahkan dengan
sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan dari
kakek mereka yang bernama raja Munawar Syah.
Dikatakan pula raja Munawar Syah yang
dimaksudkan memerintah di kerajaan Lamuri. Hikayat ini juga melanjutkan
cerita tentang lahirnya dua orang putera yang bernama Musaffar Syah yang
memerintah di Mekuta Alam dan Inayat Syah yang memerintah di Darul
Kamal. Kedua raja ini tidak henti-hentinya salaing berperang, peperangan
tersebut kemudian dimenangkan oleh raja Musaffar Syah yang kemudian
menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal. Dan
dikatakan juga bahwa Inayat Syah berputera Firman Syah Paduka Almarhum,
kemudian Firman Syah berputera Said Al-Mukammil yang kemudian beberapa
orang anak diantara nya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri
Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat ( Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam
). Jadi Said Al-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda dari
sebelah ibu. Selain itu Sultan Alaidin Al-Mukammil mempunyai beberapa
orang putera, salah satunya adalah sultan Muda Ali Ri’ayat Syah
(1604-1607 ), yang merupakan paman dari Sultan Iskandar Muda.
Naskah kedua (124) yang dimaksud dalam
pembicaraan Husein Djajadiningrat mengenai hikayat raja-raja Lamuri (
Aceh ), dimana hikayat ini yang dibuat silsilah berpangkal pada Sultan
Johan Syah ( mungkin maksudnya Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan
Syah yang merupakan putera raja Lingge, Adi Genali. Dan kemudian menikah
dengan Puteri Blieng Indra Kusuma). Berbeda dengan hikayat yang
pertama,hikayat ini menentukan hari,tanggal dan bulan tahunnya. Pada
permulaan disebutkan bahwa Johan Syah memerintah dimulai pada tahun
Hijrah 601 ( atau tahun 1205 M ), lamanya 30 tahun. Dia digantikan oleh
anaknya yang tidak disebutkan namanya, sultan kedua meninggal dan
digantikan oleh anakanya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama
34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkat nya pada ( 885 Hijrah ).
Kemudian kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan
Muhammad Syah yang memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan
Muhammad Syah menceritakan pemindahan kota dan pembangunan kota baru
yang diberi nama Darud Dunia, sultan ini meninggal pada tahun 708
Hijrah. Berpegang pada tahun ini maka pembangunan Darud Dunia adalah
sekitar tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.
Sesudah sultan Muhammad Syah meninggal,
maka yang naik tahta menjadi raja adalah Mansur Syah yang memerintah
selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Ia kemudian digantikan oleh anakanya
yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yang memerintah selama
59 tahun 4 bulan 12 hari dan meninggal pada tahun 870 Hijrah. Raja
Muhammad kemudian digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2
hari untuk kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama sultan Ali
Ri’ayat Syah yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, meninggal
pada tanggal 12 Ra’jab 917 Hijrah ( atau tahun 1511 Masehi ).
Atas dasar hikayat-hikayat yang di
telitinya itu, Husein Djajadiningrat telah membuat rentetan nama
raja-raja Aceh ( Lamuri ). Yang memerintah semenjak Johan Syah (1205
Masehi ) sebagai berikut;
- Sultan Johan Syah Hijrah -601-631
- Sultan Ahmad -631-662
- Sri Sultan Muhammad Syah, anak
Sultan ke-2, berumur setahun ketika
Mulai naik tahta pergi dari Kandang
Dan membangun kota Darud Dunia Hijrah -665-708
4. Firman Syah, anak Sultan ke-3 -708-755
5. Mansur Syah -755-811
6. Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-5,
Mulanya bernama Mahmud -811-870
7. Sultan Husin Syah -870-901
8. Ri’ayat Syah ( Mughayat Syah?-MS) -901-907
9. Salahuddin, digantikan oleh no.10
(adiknya) -917-946
10. Alau’ddin ( Alkahar?-MS) adik no.9. -946-975.
Sebagai yang dapat diperhatikan dari
ke 10 nama raja-raja diatas, tidak ada didapati nama sultan yang bernama
Musaffar Syah, tidak pula ada nama Inayat Syah dan Syamsu Syah. Padahal
nama-nama itu dapat dibuktikan adanya dari nukilan pada makam mereka
yang dijumpai kemudian.
Nama Musaffar Syah terdapat dalam naskah
yang tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah sebagai pembangun
kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tersebut ke-2. Suatu
penemuan penting adalah makam sultan Musaffar Syah, didapati tidak di
Meukuta Alam, ditempat dimana dia pernah bertahta,akan tetapi disuatu
kampung bernama Biluy,IX mukim,termasuk wilayah Aceh Besar juga. Pada
batu nisannya ternukil tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497
Masehi.
B. Lamuri Hingga ke Aceh Darussalam
Sekitar tahun 1059-1069 Masehi, kerajaan
Tiongkok yang berada di Cina menyerang kerajaan Lamuri ( Indra Purba ),
yang pada masa itu diperintah oleh maharaja Indra Sakti yang waktu itu
masih memeluk agama Hindu. Tetapi tentara Tiongkok dapat dikalahkan oleh
sebanyak 300 orang dibawah pimpinan Syaikh Abdullah Kan’an ( bergelar
Syiah Hudan,turunan Arab dari Kan’an ) dari kerajaan Peurlak. Maharaja
Indra Sakti dan seluruh rakyatnya akhirnya masuk agama Islam. Maharaja
Indra Sakti mengawinkan puterinya, Puteri Blieng Indra Kusuma dengan
Meurah Johan yang ikut menyerang tentara Tiongkok, yang merupakan putera
Adi Genali atau Teungku Kawee Teupat yang menjadi raja Lingge. Dua
puluh lima tahun kemudian,maharaja Indra Sakti meninggal dunia, dan
diangkatlah menantunya Meurah Johan menjadi raja dengan gelar Sultan
Alaiddin Johan Syah, dimana kerajaan Indra Purba atau Lamuri menjadi
kerajaan Islam, dan ibu kota kerajaan dibuat yang baru yaitu di tepi
sungai krueng Aceh sekarang dan dinamai dengan Bandar Darussalam.
Pada masa sultan Alaiddin Ahmad Syah yang
memerintah dari tahun 1234-1267 Masehi, baginda berhasil merebut
kembali kerajaan Indra Jaya dari kekuasaan tentara Tiongkok. Pada masa
Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah yang memerintah dari tahun 1267-1309
Masehi. Beliau berhasil mengislamkan daerah Indrapuri dan Indrapatra.
Dan sultan Alauddin Johan Mahmud Syah juga membangun dalem atau keraton (
Istana) yang di namai dengan Darud Dunia ( Rumah dunia ). Dan mesjid
raya Baiturrahman di Kutaraja ( Banda Aceh ) pada tahun 1292 Masehi.
Istana adalah lambang rumah dunia,sementara mesjid adalah lambang rumah
akhirat. Keseimbangan atau harmoni inilah yang menandai system nilai
sosial budaya masyarakat Aceh yang terkenal sangat religius. Pada masa
sultan Alaiddin Husain Syah yang memerintah dari tahun 1465-1480 Masehi,
beberapa kerajaan kecil dan Pidie bersatu dengan kerajaan Lamuri yang
sudah berganti nama menjadi kerajaan Darussalam, dan dalam sebuah
federasi yang kemudian diberi nama kerajaan Aceh, sedangkan ibu kota
kerajaan dirubah menjadi Bandar Aceh Darussalam. Pada masa sultan
Alaiddin Syamsu Syah yang memerintah dari tahun 1497-1511,ia membangun
istana baru yang dilengkapi dengan sebuah mesjid yang diberi nama mesjid
Baiturrahman.
Pada permulaan abad ke-16,sebagian besar
kerajaan Islam telah berada dibawah genggaman kekuasaan imperialisme dan
kolonialisme Barat. Daratan Aceh,yang terdiri dari kerajaan-kerajaan
Islam, juga tidak terlepas dari pendudukan dan pengaruh Barat. Kekuasaan
imperialisme kolonialis Barat ini bisa bertahan karena kekuasaan yang
dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Islam di Aceh terpencar dengan sejumblah
kerajaan-kerajaan kecil, diantara nya adalah sebagai berikut:
- Kerajaan Aceh ( gabungan dari Lamuri, Meukuta Alam dan Darul Kamal ) di Aceh Besar sekarang.
- Kerajaan Peurlak di Aceh Timur
- Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara.
- Kerajaan Pedir di Pidie
- Kerajaan Lingge di Aceh Tengah
- Kerajaan Meuruhom Daya di Aceh Barat ( sekarang masuk wilayah Aceh Jaya)
- Kerajaan Benua Teumiang di Aceh Tamiang.
Pemikiran untuk bersatu, menjadi
besar dan disegani lawan, baru muncul dari panglima angkatan perang
kerajaan Aceh pada waktu itu. Yaitu Ali Mughayat Syah (1511-1530),
mengingat semakin besarnya peran Portugis di wilayah sekitar selat
Malaka. Sebagai panglima angkatan perang kerajaan Aceh, yang juga adalah
seorang putera mahkota dan anak dari Sultan Alaiddin Syamsu Syah yang
memerintah dari tahun 1497-1511 Masehi. Ali Mughayat Syah meminta kepada
ayahnya untuk meletakkan jabatan dan menyerahkan pimpinan kerajaan
kepadanya. Pada saat itu sultan Alaiddin Syamsu Syah memang sudah cukup
tua untuk memimpin perlawanan melawan Portugis, Ali Mughayat syah
menyadari untuk melawan Portugis diperlukan kekuatan yang besar, selama
kerajaan-kerajaan kecil masih tetap berdiri sendiri dan tidak bergabung
didalam suatu kekuatan kerajaan besar yang kuat dan bersatu maka tetap
saja perlawanan pun tidak memiliki banyak arti. Selain menyusun kekuatan
dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil dibawah payung kerajaan Aceh,
Ali Mughayat Syah juga berpikir bahwa kerajaan juga harus memiliki
angkatan darat dan laut. Maka kemudian sultan Ali Mughayat pun
mendeklarasikan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam hingga pada masa
pemerintahan sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ( 1607-1636 M). yang
merupakan raja terkenal dari kerajaan Aceh Darussalam. Semenjak itu
berdirilah kerajaan Aceh Darussalam sebagai kerajaan Islam terhebat dan
terkuat di Asia Tenggara yang berdiri sejajar dengan kerajaan Islam
lainnya di dunia seperti kerajaan Turki Usmani di Turki, kerjaan Safawi
atau Ishafan di Persia dan kerajaan Mughal di India.
Letak lokasi dari kerajaan ini banyak bersumber dari pendapat beberapa ahli sejarah. Menurut W. P. Groeneveldt, seorang ahli sejarah Belanda, bahwa kerajaan ini terletak di sudut sebelah barat laut Pulau Sumatera, kini tepatnya berada di Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan menurut pandangan seorang pengembara dan penulis asing, Tome Pires, letak Kerajaan Lamuri adalah di antara Kerajaan Aceh Darusalam dan wilayah Biheue. Artinya, wilayah Kerajaan Lamuri meluas dari pantai hingga ke daerah pedalaman.
Menurut T. Iskandar dalam disertasinya De Hikayat Atjeh (1958), diperkirakan bahwa kerajaan ini berada di tepi laut (pantai), tepatnya berada di dekat Krueng Raya, kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. H. M. Zainuddin, salah seorang peminat sejarah Aceh, menyebutkan bahwa kerajaan ini terletak di Aceh Besar dekat dengan Indrapatra, yang kini berada di Kampung Lamnga. Peminat sejarah Aceh lainnya, M. Junus Jamil, menyebutkan bahwa kerajaan ini terletak di dekat Kampung Lam Krak di Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Walaupun data sejarah berdirinya dan letak kerajaan ini masih menjadi perdebatan di kalangan pakar dan pemerhati sejarah Aceh, namun, dapat diprediksikan bahwa letak Kerajaan Lamuri berdekatan dengan laut atau pantai dan kemudian meluas ke daerah pedalaman. Persisnya, letak kerajaan ini berada di sebuah teluk di sekitar daerah Krueng Raya. Teluk itu bernama Bandar Lamuri. Kata "Lamuri" sebenarnya merujuk pada "Lamreh" di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya). Istana Lamuri sendiri berada di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di Kampung Pande sekarang ini dengan nama Kandang Aceh.
Berdasarkan sumber-sumber berita dari pedagang Arab, Kerajaan Lamuri telah ada sejak pertengahan abad ke-IX M. Artinya, kerajaan ini telah berdiri sejak sekitar tahun 900-an Masehi. Pada awal abad ini, Kerajaan Sriwijaya telah menjadi sebuah kerajaan yang menguasai dan memiliki banyak daerah taklukan. Pada tahun 943 M, Kerajaan Lamuri tunduk di bawah kekuasaan Sriwijaya. Meski di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Lamuri tetap mendapatkan haknya sebagai kerajaan Islam yang berdaulat. Hanya saja, kerajaan ini memiliki kewajiban untuk mempersembahkan upeti, memberikan bantuan jika diperlukan, dan juga datang melapor ke Sriwijaya jika memang diperlukan.
Kerajaan Lamuri menjadi kerajaan Islam dikarenakan kerajaan ini merupakan tempat pertama kali yang disinggahi oleh oleh pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut yang datang dari India dan Arab sekaligus meyiarkan ajaran Islam. Berdasarkan analisis W. P. Groeneveldt, pada tahun 1416 M semua rakyat di Kerajaan Lamuri telah memeluk Islam. Menurut sebuah historiografi Hikayat Melayu, Kerajaan Lamiri (maksudnya adalah Lamuri) merupakan daerah kedua di Pulau Sumatera yang diislamkan oleh Syaikh Ismail sebelum ia mengislamkan Kerajaan Samudera Pasai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kerajaan Lamiri jelas merupakan salah satu kerajaan Islam di Aceh.
Menurut Prasasti Tanjore di India, pada tahun 1030 M, Kerajaan Lamuri pernah diserang oleh Kerajaan Chola di bawah kepemimpinan Raja Rayendracoladewa I. Pada akhirnya, Kerajaan Lamuri dapat dikalahkan oleh Kerajaan Chola, meskipun telah memberikan perlawanan yang sangat hebat. Bukti perlawanan tersebut mengindikasikan bahwa Kerajaan Lamuri bukan kerajaan kecil karena terbukti sanggup memberikan perlawanan yang tangguh terhadap kerajaan besar, seperti Kerajaan Chola.
Menurut Hikayat Atjeh, salah seorang sultan yang cukup terkenal di Kerajaan Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Konon, ia adalah moyang dari salah seorang sultan di Aceh yang sangat terkenal, yaitu Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, pusat pemerintahan Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Makota Alam (kini dinamakan Kuta Alam, Banda Aceh) yang terletak di sisi utara Krueng Aceh. Pemindahan tersebut dikarenakan adanya serangan dari Kerajaan Pidie dan adanya pendangkalan muara sungai. Sejak saat itu, nama Kerajaan Lamuri dikenal dengan nama Kerajaan Makota Alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1513 M, Kerajaan Lamuri beserta dengan Kerajaan Pase, Daya, Lingga, Pedir (Pidie), Perlak, Benua Tamiang, dan Samudera Pasai bersatu menjadi Kerajaan Aceh Darussalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M). Jadi, bisa dikatakan bahwa Kerajaan Lamuri merupakan bagian dari cikal bakal berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam. Nama kerajaan ini berasal dari salah satu desa di Kabupaten Aceh Besar, yang pusat pemerintahannya berada di Kampung Lamreh.
Kerajaan Lamuri berumur sekitar lebih dari 6 abad karena terhitung sejak tahun 900-an hingga tahun 1513. Kerajaan ini berakhir setelah menyatu bersama dengan beberapa kerajaan lain di Aceh ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam.
0 komentar:
Posting Komentar